KEPERCAYAAN adalah fondasi utama pengelolaan zakat. Muzakki berharap dana yang mereka titipkan kepada lembaga zakat (LZ) dikelola secara jujur dan transparan. Namun, di tengah kemajuan teknologi, banyak LZ justru belum memaksimalkan website sebagai sarana keterbukaan publik.
Hal ini ditegaskan dalam jurnal “Accountability Practices Based on Zakat Institutions Website in Indonesia” oleh Wahyudi dkk., yang menemukan bahwa sebagian besar LZ masih tertinggal dalam penyajian informasi publik. “Website seharusnya menjadi ruang pertama bagi lembaga zakat untuk menunjukkan keseriusannya menjaga amanah,” tegas Wahyudi.
Penelitian tersebut menggunakan kerangka Amalia dkk. (2018) yang menekankan lima prinsip: transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi, dan keadilan. Amalia menegaskan, “Tanpa kelima prinsip ini, integritas lembaga akan mudah runtuh.” Ketika prinsip tersebut tidak dijalankan, masyarakat cenderung menyalurkan zakat secara langsung karena merasa lembaga kurang dapat dipercaya.
Salah satu persoalan utama adalah rendahnya kualitas penyajian informasi. Banyak LZ tidak menampilkan laporan keuangan, audit, serta rincian program secara terbuka. Pengamat zakat, Dr. Irfan Syauqi Beik, menyebut, “Transparansi adalah kunci. Ketika masyarakat tidak bisa melihat kinerja lembaga, mereka kehilangan alasan untuk percaya.”
Padahal, website memiliki potensi besar sebagai instrumen akuntabilitas—mulai dari laporan keuangan, aktivitas penyaluran, hingga perkembangan program. Transparansi digital seperti ini terbukti memperkuat kepercayaan publik.
Wahyudi dkk. menganalisis 25 dari 87 lembaga zakat yang direkomendasikan BAZNAS, dan hasilnya cukup mengejutkan: transparansi hanya 43%, akuntabilitas 34%, dan responsibilitas 27%. Angka-angka ini menunjukkan bahwa akuntabilitas digital LZ masih jauh dari standar. Minimnya data membuat publik kesulitan menilai kinerja lembaga secara objektif.
Kedepan, penelitian lanjutan penting dilakukan dengan metode wawancara langsung untuk mengungkap hambatan teknis maupun kebijakan internal yang menyebabkan rendahnya kualitas website lembaga zakat.
Akhirnya, akuntabilitas bukan hanya kewajiban administratif, tetapi amanah moral. LZ perlu berani memperbaiki tata kelola digital agar kepercayaan publik tetap terjaga. Seperti disampaikan Irfan Syauqi Beik, “Zakat adalah instrumen peradaban—dan peradaban hanya bisa berdiri di atas kepercayaan.”
Penulis: Linda Sari
*Pascasarjana Magister Ekonomi Institut SEBI
*Kepala Cabang IZI